Belum lama ini saya bersungut-sungut karena masalah pekerjaan yang saya hadapi, klien yang menyebalkan dan banyak maunya. Saya pun menggerutu sama Tuhan. Saya merasa hidup ini begitu memusingkan dengan segala persoalannya. Namun, seorang sahabat menunjukkan sebuah artikel mengenai Faduma Sakow Abdullah.
Faduma Sakow Abdullah adalah seorang janda dengan lima orang anak. Ia mencoba melepaskan diri dari bencana kelaparan di Somalia dengan melajukan perjalanan ke Camp Perlindungan di Kenya, yang memakan waktu perjalanan 36 hari. Dia harus menempuh perjalanan yang sangat berbahaya, melewati wilayah yang gersang dan kering, hanya untuk bertahan hidup dikarenakan tidak adanya hujan yang turun selama bertahun-tahun di Somalia. Hanya tinggal satu hari perjalanan sebelum mereka mencapai Camp Perlindungan, anaknya yang berusia 4 dan 5 tahun meninggal dikarenakan dehidrasi dan kelaparan. Dia harus meninggalkan jasad anaknya di bawah pohon, dengan tidak dikubur, sehingga dia dapat melanjutkan perjalanannya demi 3 orang anaknya yang lain. Dia melihat ada lebih dari 20 anak meninggal dan pingsan, yang ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan. "Tidak pernah terpikirkan oleh saya bahwa saya hidup hanya untuk melihat hal yang mengerikan seperti ini." Dia berujar dengan air mata yang mengalir.
Demikian juga Antonio Guterres, kepala Agency Camp Perlindungan berkata, "Saya tidak pernah melihat orang-orang yang hidup dalam situasi yang begitu tanpa harapan."
Membaca kisah hidup wanita ini, saya pun tersentak. Betapa persoalan yang saya hadapi masih tak ada apa-apanya dibandingkan dengan kepedihan Faduma, yang menyaksikan anak-anaknya mati kelaparan dan harus meninggalkannya di bawah pohon karena berpacu dengan waktu demi keselamatan anak-anaknya yang lain. Situasi kehidupan yang keras membawanya pada garis perbatasan antara perjuangan hidup dan ambang kematian. Situasi yang membuatnya harus mampu menghapus air matanya yang jatuh di bawah pohon demi meraih secercah senyum pengharapan di Camp Perlindungan.
Di balik penderitaan kita, masih banyak orang-orang yang jauh mengalami kehidupan lebih menderita. Jadi, mengapa kita membiarkan diri menjadi bungkuk atas beban masalah kita. Mengapa kita harus bersungut-sunggut?
Scoot Hamilton berkata, "The only disability in life is a bad attitude." Atau, satu-satunya kelumpuhan dalam hidup adalah sebuah sikap hidup yang salah. Dan satu-satunya yang dapat membangun sikap hidup yang benar, hanyalah firman Tuhan. Kala hidup tertancap kuat dalam firmanNya, maka Tuhan, sang Penjaga yang tak pernah terlelap tidak akan membiarkan kita goyah. Jadikanlah firmanNya sebagai payung kehidupan ketika kita melewati derasnya hujan persoalan.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar