Seorang teman, sebut saja namanya Rini, terobsesi berat pada cowok bule. Sejak jaman kuliah, Rini sudah ingin memiliki suami bule yang kaya raya (tentunya). Begitu terobsesinya pada pria bule, Rini sampai sering berselancar di dunia maya. Chatting dengan cowok-cowok bule. Dan, beberapa tahun lalu dia kopdar dengan seorang cowok bule (salah satu temannya di YM) yang berasal dari salah satu negara Eropa.
Rini menemani sang cowok bule itu jalan-jalan mengelilingi tempat-tempat wisata Jakarta seperti Dufan dan TMII. Tak ketinggalan menemaninya shopping di mal-mal besar. Tentu saja selama acara jalan-jalan itu, Rini ditraktir, dibelikan gaun mahal dan dibayarin gunting rambut di salon mahal di salah satu mal. Rini pun sangat terkesan dengan pertemuan itu dan berharap banget bisa menikah dengan cowok itu. Apalagi, cowok bule itu berjanji akan mengajak Rini stay di negaranya. Hati Rini kian berbunga-bunga. Cintanya semakin bersemi.
Tetapi, entah bagaimana, tahu-tahu si cowok bule tak lagi menghubunginya. Janjinya untuk mengajak Rini menikah dan tinggal di negaranya hanyalah janji kosong. Rini patah hati. Tetapi, obsesinya untuk memiliki suami bule masih tetap ada. Dan, tahun ini, salah satu cowok bule Aussie yang dikenalnya selama 13 tahun via YM akan ke Jakarta. Si cowok Aussie ini bahkan minta Rini menemaninya ke Bali karena dia ingin surfing dan snorkeling di sana. Biasalah, orang bule kan suka banget sama pantai.
Namun, keluarga Rini, terutama adik lelakinya menentang keinginan Rini menemani si cowok Aussie ke Bali berdua saja. Karena, itu adalah pertemuan pertama mereka dan siapa tahu si cowok bule ini bawa narkoba. Begitu pendapat adik lelaki Rini. Rini pun marah. Dia merasa sudah cukup dewasa atas apa yang dia lakukan. Lalu, dia curhat dan minta pendapat saya. Sebagai teman, saya tentu saja mencoba memberi saran dan nasihat yang saya anggap baik untuk Rini.
"Kalo adik elu gak setuju elu pergi berdua aja dg si bule, gue rasa itu hal yang normal. Soalnya kan elu dan dia baru pertama kali ketemu dan kita gak tahu dia itu gimana. " Ujar saya.
"Iya, tapi kan gue nggak ngapa-ngapain di sana. Kita juga tidurnya pisah kok. Gak sekamar. Lagian, dia ke pantai, gue paling juga jajan sendiri. Jalan-jalan sendiri liat-liat baju dll." Rini tampak defensif.
"Ya gue ngerti. Hanya saja, kita tetap kudu hati-hati. Karena ini pertama kalinya elu ketemu dia. Kalo gue jadi elu, pasti gue ajak temen. Bila perlu, bayarin temen yang diajak."
"Apa gak lucu ngajak temen? Dia aja datang sendiri."
"Ya, enggaklah. Kalo bisa lebih rame lagi malah lebih asik. Tapi ini sih pendapat gue."
"Kalo misalnya gue ajak elu, emang elu mau pergi ke Bali?"
"Untuk sekarang, gue lagi gak pengen kemana-mana. Lagian elu kan tahu, gue gak suka Bali. " Jawab saya sambil berpikir mana mungkin Rini mau bayarin saja ke Bali mengingat sifat hematnya yang luar biasa. Saya juga nggak mau dong ambil kesempatan. Lagian, saya memang nggak suka Bali. Panasss...Saya lebih suka ke tempat-tempat yang adem.
"Ajak temen elu aja. Kan temen elu banyak, Rin. " Saran saya lagi.
"Oke. No probleemmmmm." Rini tampak sewot.
Yasuds, saya cuekin sajalah. Saya kan hanya kemukakan pendapat saya. Bagi saya, sebagai orang Timur, tentunya emang nggak pantaslah ke Bali berdua aja dengan cowok yang baru pertama kali ketemu. Meskipun kenalnya udah belasan tahun, tapi kan kenal di YM doang. Lain halnya, kalau udah sering jalan berkali-kali dan udah tahu banget sifatnya. Biar gimana, dua manusia berbeda jenis kelamin liburan ke Bali bersama, who knows apa yang akan terjadi. Kamar boleh aja pisah tapi kan yang namanya setan itu bisa datang sewaktu-waktu. Meskipun kita udah bertekad nggak berbuat yang macam-macam, tapi kan namanya juga manusia yang terdiri dari darah dan daging itu lemah.
Bukankah kita sebaiknya menghindari diri dari mara bahaya? Bukankah sebaiknya kita nggak dekat-dekat dengan api kalau tak ingin terbakar? Tetapi, rupanya apa yang saya sarankan ke Rini ditanggapi lain. Yang ada, dia malah jadi jutek sama saya. Terserahlah! Dia toh sudah besar, sudah tahu apa yang baik untuk dirinya.
Lagi pula, saya tahu banget kenapa dia malas ajak teman-temannya menemani? Pertama, soal biaya. Nggak mungkin membayari banyak orang kan? Oke, itu bisa dimengerti. Kedua, karena dia sudah berkhayal akan menjadikan si cowok Aussie ini pacar so....mana maulah diganggu banyak orang. Bukannya lebih asik pergi berdua saja? Satu hal yang menurut saya riskan karena baru pertama kali bertemu. Dan, apa si cowok juga suka sama dia? Atau cuma iseng aja?
Akh, saya pun hanya berharap semoga Rini baik-baik saja. Semoga cowok Aussie itu nggak punya niat jahat sama Rini. Semoga semuanya aman terkendali.