"Pakai ilmu pindah-pindahnya Sentot Ali Basya. Yang konon bisa ke Mekah dalam sekejap. Pelajarilah ilmu itu. Entah apapun namanya. Biar kita bisa segera bertemu" - Kamu
Ini tidak pernah dialamatkan untuk kamu. Aku hanya ingin menulis sesuatu yang mungkin saja bisa menerjemahkan perasaan yang selalu menggebu-gebu. Bukan... ini bukan surat cinta, hanya beberapa perasaan kecil sebagai lambang kekagumanku terhadapmu.
Berapa hari kita kenalan? Cukup lama. Sampai aku lupa tanggalnya dan lupa harinya. Tapi, ada satu hal yang tidak kulupakan, peristiwa yang tejadi di dalamnya. Manis. Sulit untuk digubris.
Aku seperti seseorang yang tersesat dan kebingungan mencari jalan pulang. Lalu, sosokmu datang dengan cahaya benderang, mengantarkanku menuju cahaya terang. Aku belum pernah membayangkan seberapa hangat sinar matamu dan seberapa hangatnya genggaman tanganmu. Bagiku tak masalah tidak mengetahui dua hal itu, karena kalimat-kalimat dalam setiap paragraf yang kau ciptakan sudah sangat hangat memelukku.
Jarak kita jauh, kamu di ujung negara sana dan aku di ujung negara sini. Rasanya aneh memang jika membicarakan jarak yang terbentang, tidak adi l jika jarak menjadikan kita seakan-akan tak kenal. Lagipula, ada waktunya kamu akan pulang ke Indonesia, dan menatap di kota kelahiranmu, Yogyakarta.
Oh iya, aku suka setiap kata yang kautuliskan dimanapun. Kadang, aku sering termenung beberapa detik dan dibikin melayang oleh kata-katamu. Sederhana namun penuh magis, sulit dijelaskan, tapi aku mengagumimu. Aku menyediakan 24 jam milikku untuk memerhatikan gerak-gerikmu yang memang tak tersentuh jemari.
Diam-diam, aku melawan pergolakan hati, kamu yang jauh di sana tak mungkin tersiksa seperti ini. Perasaan kita pasti berbeda, dan semua kebersamaan kita pasti kauanggap sebagai teman biasa. Iya, lebih baik menganggap tak ada apa-apa daripada mengarahkan perasaan ini ke arah yang lebih rumit.
Oke, mari memutar otak sebentar, ingat ketika kata "hey" yang begitu sulit terseret dari jemariku langsung menodongmu tanpa alasan yang jelas? Mungkin, kamu harus tahu debaran jantungku yang memburu ketika melakukan hal itu. Aku berjuang keras hanya untuk mengetahui lebih lanjut tentang sosokmu. Aku terlalu penasaran dengan segala tingkah laku dan karaktermu.
Rasa penasaran itu semakin membabibuta. Memang kamu tidak perlu tahu, bahwa aku menekan tulisan older entries hingga halaman terakhir blog-mu hanya untuk menyelami semua isi pikiranmu. Tapi, aku tetap tak berhasil. Kamu terlalu rumit bagiku, kamu terlalu sulit dibaca oleh akal sehatku.
Ini bukan retorika, atau g ombalan tengah malam. Aku juga tak ingin mengganggumu dengan perasaan yang selama ini menggebu-gebu di hatiku. Aku tak akan pernah rela melihatmu tersiksa karena perasaan yang kupunya.
Malam ini, bulannya enggan menunjukkan seluruh tubuhnya. Bintang juga sedang malas keluar kandang, ia memilih berselimut dalam peraduannya, menunggu malam lebih pekat dari biasanya. Di sini dingin, di sana pasti sudah pagi hari ya? Matahari di Brookline, Massachusetts pasti sedang hangat-hangatnya menciumi tubuhmu dengan gemas. Apa ya rasanya bisa memegangi rambutmu yang ikal itu? Bagaimana ya rasanya mengenggam jemarimu yang selalu menghasilkan kata-kata indah itu? Semanis apakah suara medokmu yang selalu kudengar dalam musikalisasi puisi itu?
Gun n Roses , kamu "tersindir" kalau aku tidak tahu groupband itu, kamu bilang separuh jiwamu sudah melekat kuat dengan pemain musik slow rock itu. Jika mereka, para pria bisa membuat hatimu melekat, apakah hatimu tak pernah terpikirkan untuk melekat pada wanita?
Pernah kucoba untuk menciptakan percakapan, saat aku bertanya perbedaan Imam Bonjol dan Sentot Ali Basya. Lucunya, kamu menjawab pertanyaan itu dengan serius dan percakapan tersebut mengalir dan berputar dalam topik yang sama. Sulit membawa dirimu bergerak lebih jauh ke percakapan yang mungkin lebih menarik dan lebih menyentuh.
Aku belum tahu kamu milik siapa, tapi sepertinya kamu memang sudah dimiliki oleh seseorang. Dari tulisanmu, dari kata-katamu, tersirat makna kalau kamu seringkali merindukan seseorang. Aku menghela napas. Bagiku tak masalah, kamu milik siapa dan sudah menjadi kecintaan siapa, yang paling penting aku menyukai sosokmu, dan aku tak berpikir untuk melanjutkan perasaanku ke jenjang yang lebih rumit atau malah bikin sakit.
Namamu ada di kitab Perjanjian Lama, kitab 28 yang diapit oleh Daniel dan Yoel. Untuk saat-saat ini, namamu menjadi penghangat hati saya yang dingin. Beberapa minggu ini tulisanmu menjadi sebab saya tersenyum dan meringis tanpa alasan yang jelas.
Tetaplah misterius seperti kita pertama kali saling tahu, karena hal itu bisa membuatku termangu ketika kita bertemu. Teruslah sehangat tulisanmu, aku ingin mencair dari rasa beku. Lihat mataku. Baca isi otakku. Kamu berotasi di situ.
Dari pemujamu
yang selalu ingin berkata "Aku ingin lebih dari sekedar pengagummu"
with love :)
Dwitasari